13 Agustus 2010

Peningkatan kwalitas sumberdaya hutan melalui Kemitraan Kehutanan di Pasuruan

Peningkatan kwalitas sumberdaya hutan
melalui Kemitraan Kehutanan di Pasuruan


Perubahan iklim menjadi issu bersama di tingkat global, hampir semua Negara di dunia sepakat untuk melakukan pengurangan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfir bumi. Demikian dengan Indonesia turut meratifikasi hal ini, bahkan dengan tegas menyatakan akan melakukan penurunan sampai dengan 26% pada tahun 2020. Hal ini terkait dengan Indonesia sebagai Negara yang memiliki kawasan hutan terbesar ke 3 di dunia menjadi penting untuk turut nerperan aktif dalam upaya penurunan emisi bagi kebaikan masyarakat dunia.

Di Jawa Timur keberadaan hutan tidak semata-mata di perlukan untuk pengurangan emisi, lebih dari itu adalah kebutuhan akan air untuk hajat hidup sehari-hari. sekitar 60% (BLH Jatim,2008) mereka bergantung dari hutan Gunung Arjuna, selebihnya dari beberapa daerah lain seperti Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) dan bebrapa pegunungan lainnya.

Sementara masyarakat di Kabupaten Pasuruan sangat memiliki ketergantungan terhadap kawasan hutan Gunung Arjuna dan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS)dalam pemenuhan kebutuhan air baik untuk rumah tangga maupun industry.

Ada sekitar 1300 perusahaan berada di Kabupaten Pasuruan yang bergantung pada sumber daya hutan baik dari Gunung Arjuna maupun kawasan Bormo Tengger Semeru, baik dalam pemenuhan sumber daya air untuk usaha maupu serapan emisi buang dari kegiatan usahanya. Setidaknya kepentingan dunia usaha terhadap keberadaan hutan sangat mendasar di Pasuruan ini. Kabupaten Pasuruan memiliki luas wilayah 147.401,50 ha, hampir 75% adalah hutan dan lahan pertanian. Hutan Pasuruan terdiri dari hutan cagar alam, suaka margasatwa, hutan konservasi (Taman Nasional dan Tahura), hutan lindung, hutan produksi dan hutan rakyat (tegal). Kecenderungan luasan hutan di Kabupaten Pasuruan dari tahun ke tahun menunjukkan trend menurun (Bappeda Pasuruan). Akan tetapi kwalitas hutannya dari tahun 2000 ke tahun 2005 menunjukkan peningkatan yang signifikan dari cadangan karbonnya (ICRAF, workshop, 2010).

Sementara keadaan hutan di Pasuruan bukannya tanpa masalah. Terjadinya kebakaran yang rutin setiap tahjunnya. Tingginya alih fungsi lahan hutan menjadi pertanian. Pemotongan kayu untuk bahan bakar dan arang (charcoal). Dan banyak masalah lain yang mengurangi kwalitas hutan baik di kawasan hutan produksi, lindung maupun konservasi. Demikian pula dengan hutan mangrove yang semestinya membentang di sepanjang pantai dengan panjang 48 km, hal ini hampir tidak terjadi. Hanya terdapat 5.507.111 m2 (http://www.pasuruankab.go.id/).

Disisi lain keberadaan hutan rakyat menunjukkan perbaikan. Hal ini terlihat dari banyaknya inisiatif masyarakat yang merubah penggunaan lahannya untuk mengembangkan tanaman kayu produksi di lahan hak milik atau tegal (hutan rakyat). Kegiatan ini berdampak positif bagi kabupaten Pasuruan baik secara kwalitas lingkungan maupun ekonomi masyarakat. Dimana secara ekonomi hutan rakyat lebih menjanjikan bagi peningkatan pendapatan masyarakat seperti di tiga desa di Kecamatan Purwosari (penelitian RMA,2009). Dimulainya inisiatif masyarakat dalam membuat sabuk hijau pantai dengan melakukan penanaman mangrove sepanjang garis pantai desa (Desa Penunggul Kecamatan Nguling Pasuruan). Sebagian lain masyarakat melakukan perawatan dan menanam kembali tanaman di kawasan sumber-sumber mata air desa mereka (di Desa Dayurejo Kecamatan Prigen). Ada yang mulai merubah pola tanam sayur dengan mengganti rumput untuk kebutuhan ternak dan memperkaya tanaman kayu di hutan (masyarakat Desa Baledono Kecamatan Tosari/TNBTS).

Sekalipun belum banyak perusahaan yang terlibat langsung dalam kegiatan lingkungan melalui CSR-nya, akan tetapi mulai menunjukkan niat kepeduliannya terhadap perbaikan kawasan hutan khususnya di Pasuruan. Sekecil apapun peran masing-masing dalam melakukan perbaikan lingkungan perlu mendapatkan dorongan dan dukungan dari semua pihak. Inisiatif masyarakat dengan memperekaya tanaman kayu-kayuan perlu mendapatkan perhatian dari kita semua terutama dari peran dunia usaha. Perbaikan daerah kritis di kawasan hutan lindiung maupun konservasi menjadi penting terus di kembangkan dengan pola asuh untuk menjamin kelangsungannya. Model hutan rakyat menjadi hal ideal dikembangkan di masyarakat sebagai penunjang perekonomian. Selain itu penciptaan ekonomi masyarakat yang telah melakukan perbaikan kawasan hutan perlu diberikan sebagai penghargaan atas jasa mereka. Terbangunnya hubungan timbal balik antara hulu hilir inilan yang akan menciptakan kenyamanan bersama di muka bumi ini.

27 Mei 2010

KEMAH KONSERVASI “SEKOLAH SAHABAT MATA AIR”


Bagian dari Strategi Mewujudkan Pusat Konservasi dan Ekowisata Mangrove Pasuruan Medio Maret 2010 yang lalu, Desa Penunggul – salah satu desa di Kecamatan Nguling yang terletak di kawasan pesisir paling timur Kabupaten Pasuruan - yang biasanya sepi tiba-tiba meriah karena kedatangan 108 orang yang akan melakukan kegiatan Ekspedisi Mangrove. Ke-108 orang tersebut adalah 90 siswa sekolah SMA dan sederajat beserta 18 guru pendamping yang berasal dari 18 sekolah SMA sederajat di Kabupaten Pasuruan dan Kota Probolinggo. Mereka datang memenuhi undangan dari Yayasan Satu Daun yang mengajak mereka untuk melakukan Ekspedisi Mangrove yang dikemas dalam bentuk kemah konservasi. Pemilihan Desa Penunggul sebagai tempat kegiatan tersebut bukannya tanpa alasan. Sedikitnya ada 3 alasan utama yang melatarbelakangi pemilihan desa tersebut, yaitu : pertama, karena di Desa Penunggul mempunyai kawasan mangrove yang cukup luas (lebih dari 25 hektar) yang terletak di sepanjang pesisir desa sampai ke perbatasan Kabupaten Probolinggo. Kawasan mangrove tersebut sebagian dalam kondisi yang rusak dan sebagian lainnya dalam kondisi yang baik. Kedua, di desa tersebut juga telah ada kelompok tani mangrove yang telah melakukan proses rehabilitasi hutan mangrove sejak lebih dari 20 tahun yang lalu. Di bawah kepemimpinan Bapak Mukarim – salah seorang peraih penghargaan Kalpataru – kelompok tani mangrove tersebut seolah tidak pernah henti untuk berkontribusi merehabilitasi hutan mangrove yang rusak. Ketiga, karena desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari Yayasan Satu Daun sejak setahun terakhir, di mana di desa tersebut yayasan mempunyai rencana untuk menjadikannya sebagai pusat konservasi mangrove di kawasan Pasuruan Timur sekaligus sebagai kawasan ekowisata berbasis mangrove. Untuk merealisasikan hal itu, maka sejumlah pihak telah didekati oleh pihak yayasan. Tak kurang dari Wakil Bupati dan beberapa SKPD di jajaran Pemkab Pasuruan juga telah diajak bicara. Dalam sambutannya sewaktu menghadiri acara Pembukaan Ekspedisi Mangrove “Sekolah Sahabat Mata Air” tanggal 10 Maret 2010 yang lalu, Wakil Bupati Pasuruan mendukung gagasan Yayasan Satu Daun untuk mengembangkan Pusat Konservasi Mangrove dan Ekowisata Berbasis Mangrove di kawasan Pasuruan Timur. “Pemda Kabupaten Pasuruan mendorong terjadinya pengembangan aktifitas ekonomi di kawasan Pasuruan Timur. Dan kegiatan pengembangan konservasi serta ekowisata berbasis mangrove ini saya yakin akan meningkatkan taraf kehidupan, khususnya ekonomi masyarakat Desa Penunggul khususnya dan Pasuruan Timur pada umumnya”, kata Wakil Bupati Pasuruan, Drs. H. Eddy Paripurna. Selain itu dari pihak swasta juga ada PT Tirta Investama – yang lebih dikenal dengan produknya AMDK Aqua – yang tertarik untuk mendukung ide tersebut. Bahkan perusahaan tersebut telah menjadi pendukung utama pelaksanaan Program Sekolah Sahabat Mata Air sejak tahun 2009 lalu. Sejumlah respon positif tersebut semakin memacu Yayasan Satu Daun untuk merealisasikan ide tersebut mulai tahun ini. “Sebagai salah satu perusahaan yang mempunyai komitmen untuk menjaga kelestarian sumberdaya alam dan konsisten untuk memberikan dampak positif terhadap komunitas sekitar perusahaan melalui pelaksanaan program Corporate Social Responsibility (CSR), maka kami tentunya akan mendukung setiap program yang akan memberikan benefit untuk seluruh pemangku kepentingan. Termasuk mendukung rencana pengembangan pusat konservasi dan ekowisata berbasis mangrove yang digagas oleh mitra kerja kami, Yayasan Satu Daun ini”, ujar Arif Fatullah, Manager CSR PT Tirta Investama. “Kami memang sedang mengembangkan kolaborasi dengan berbagai pihak di dalam rangka mencari dukungan atas ide kami untuk mengembangkan kawasan mangrove di Desa Penunggul ini secara lebih baik lagi. Pelaksanaan Kemah Konservasi “Sekolah Sahabat Mata Air” di sini merupakan bentuk upaya kami untuk memperkuat dukungan dari berbagai pihak tersebut”, jelas Fathurrohman, selaku Dewan Pembinan Yayasan Satu Daun. Lebih lanjut Fajar Kurniawan selaku Project Manager Yayasan Satu Daun menjelaskan, “Yayasan sedang menyusun blue print dari konsep pengembangan kawasan ini menjadi Pusat Konservasi dan Ekowisata Berbasis Mangrove, baik itu kebutuhan infrastruktur dan sarana prasarana di dalam maupun di luar kawasan, tahapan pengembangan kawasan, strategi pelibatan masyarakat lokal dan semua pemangku kepentingan, pengorganisasian dan pengembangan kapasitas masyarakat lokal serta strategi dan rencana aksi pengembangan aktifitas sosial ekonomi masyarakat untuk mendukung kawasan agar menjadi kawasan konservasi dan ekowisata yang berkelanjutan”. Yayasan Satu Daun. Merupakan lembaga non profit yang didirikan di Pasuruan, mempunyai untuk mencari solusi-solusi terobsan di dalam isu-isu pembangunan sosial ekonomi masyarakat, dengan fokus pada tiga isu utama yaitu Creative Empowering, Living Conservation dan Human Learning Center. Untuk mewujudkan gagasannya, yayasan banyak melakukan kerjasama dengan perusahaan melalui implementasi program Corporate Social Responsibility (CSR), selain mempromosikan kolaborasi multi pihak dengan seluruh pemangku kepentingan, termasuk Pemerintah Daerah, untuk mendorong perubahan sosial ekonomi masyarakat. Program Sekolah Sahabat Mata Air dan Program Konservasi dan Pengembangan Ekowisata Mangrove merupakan bagian dari program Living Conservation yang menjadi core activities yayasan. Program Sekolah Sahabat Mata Air. Merupakan program yang digagas oleh Yayasan Satu Daun sebagai bentuk kepedulian akan semakin langkanya sumberdaya air dan semakin menurunnya kuantitas dan kualitas mata air di Pasuruan. Melalui program ini yayasan berupaya membangun kesadaran semua pihak akan pentingnya melakukan konservasi sumberdaya mata air, khususnya di kalangan sekolah dan pelajar, termasuk mencari pemecahan permasalahan yang terkait, baik di daerah hulu maupun daerah hilir. Program ini melibatkan sekolah setingkat SMA, yaitu 17 sekolah di Kabupaten/Kota Pasuruan dan 1 sekolah di Kota Probolinggo. Rangkaian kegiatan Sekolah Sahabat Mata Air adalah program kemah konservasi, pelatihan kampanye dan penulisan, kampanye bangga di sekolah dan pendampingan. Sejak tahun 2008, di Pasuruan, program ini mendapatkan dukungan penuh dari PT Tirta Investama.

Sekolah Sahabat Mata Air, Mulai Identivikasi Lokasi



Seratus siswa Sekolah Menengah Atas se-Pasuruan-Probolinggo akan berbagi kepedulian terhadap lingkungan. Khususnya, lingkungan sepanjang pantai Pasuruan hingga Probolinggo. Kegiatan bertajuk sekolah Sahabat Mata Air 2010 ini diprakarsai oleh dan bekerjasama dengan Program Peduli Lingkungan Danone-Aqua. Kegiatan tersebut berlangsung selama 3 hari penuh yang rencanya akan dimulai tanggal 19 – 21 Maret 2010 di Desa Penunggul Kecamatan Nguling Pasuruan.

Berbagai persiapan telah dilakukan sejak hari ini selasa 16/3 dengan melakukan identifikasi lokasi yang akan dijadikan media pendidikan. Diantaranya, lebih kurang 80 hektar area “sabuk hijau pantai” yang telah mengantarkan Pak Mukarim menerima penghargaan Kalpataru tahun 2005 sebagai Perintis Lingkungan.

Penyebutan istilah sabuk hijau pantai ini sendiri merupakan istilah yang dikampanyekan oleh Mukarim sebagai salah satu solusi terhadap permasalahan lingkungan bagi masyarakat pinggir pantai. Sekaligus, memberikan koreksi terhadap kebanyakan orang yang biasa menyebut sebagai hutan mangrove. Mengingat, penyebutan hutan mangrove bagi kawasan serupa yang terdiri dari 223 jenis tanaman. Sementara, penanaman yang dirintis Mukarim saat ini hanya mampu menanam 4 jenis tanaman pantai saja. Yaitu, tinjang besar, tinjang kecil, api-api dan bogem. Rencanya, lokasi tersebut akan dioptimalkan sepenuhnya sebagai media belajar siswa.

Tidak hanya itu, rencananya siswa akan disuguhi sesuatu yang berbeda dari kegiatan yang lumrah dilakukan selama ini. yaitu, siswa akan bermalam di rumah-rumah penduduk dan mendapatkan fasilitas dan akomodasi sepenuhnya dari tuan rumah yang ditempati. Menariknya lagi, siswa dan guru pendamping juga akan banyak berinteraksi dengan warga sekitar sebagai narasumber utama dalam sepanjang proses kegiatan.

Fatkhurahman, ketua coordinator program menyampaikan bahwa kegiatan ini cukup unik dari sekedar aktivitas belajar tentang lingkungan seperti biasanya. Mengingat, siswa-siswi lebih banyak berkegiatan langsung dengan masyarakat. Sementara, fasilitator akan memberikan bekal mental dan pengetahuan agar siswa mudah berinteraksi dengan masyarakat. Sehingga, siswa akan menemukan sendiri pemahaman dan permasalahan lingkungan yang ada untuk pada akhirnya dapat mencoba menemukan solusi penyelesaian.

Hal senada juga dikatakan Mukarim. Kegiatan belajar lingkungan sudah biasa dilakukan di temptnya. Namun, baru kali pertama Mukarim memfasilitasi kegiatan yang lebih banyak melibatkan peran masyarakat local sebagai subyek atau narasumber utama. Bahkan Mukarim berharap, kegiatan ini akan menjadi program berkelanjutan sehingga tamu belajar dan masyarakat sekitar lebih menyatu dalam satu rangkaian program.