27 Mei 2010

KEMAH KONSERVASI “SEKOLAH SAHABAT MATA AIR”


Bagian dari Strategi Mewujudkan Pusat Konservasi dan Ekowisata Mangrove Pasuruan Medio Maret 2010 yang lalu, Desa Penunggul – salah satu desa di Kecamatan Nguling yang terletak di kawasan pesisir paling timur Kabupaten Pasuruan - yang biasanya sepi tiba-tiba meriah karena kedatangan 108 orang yang akan melakukan kegiatan Ekspedisi Mangrove. Ke-108 orang tersebut adalah 90 siswa sekolah SMA dan sederajat beserta 18 guru pendamping yang berasal dari 18 sekolah SMA sederajat di Kabupaten Pasuruan dan Kota Probolinggo. Mereka datang memenuhi undangan dari Yayasan Satu Daun yang mengajak mereka untuk melakukan Ekspedisi Mangrove yang dikemas dalam bentuk kemah konservasi. Pemilihan Desa Penunggul sebagai tempat kegiatan tersebut bukannya tanpa alasan. Sedikitnya ada 3 alasan utama yang melatarbelakangi pemilihan desa tersebut, yaitu : pertama, karena di Desa Penunggul mempunyai kawasan mangrove yang cukup luas (lebih dari 25 hektar) yang terletak di sepanjang pesisir desa sampai ke perbatasan Kabupaten Probolinggo. Kawasan mangrove tersebut sebagian dalam kondisi yang rusak dan sebagian lainnya dalam kondisi yang baik. Kedua, di desa tersebut juga telah ada kelompok tani mangrove yang telah melakukan proses rehabilitasi hutan mangrove sejak lebih dari 20 tahun yang lalu. Di bawah kepemimpinan Bapak Mukarim – salah seorang peraih penghargaan Kalpataru – kelompok tani mangrove tersebut seolah tidak pernah henti untuk berkontribusi merehabilitasi hutan mangrove yang rusak. Ketiga, karena desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari Yayasan Satu Daun sejak setahun terakhir, di mana di desa tersebut yayasan mempunyai rencana untuk menjadikannya sebagai pusat konservasi mangrove di kawasan Pasuruan Timur sekaligus sebagai kawasan ekowisata berbasis mangrove. Untuk merealisasikan hal itu, maka sejumlah pihak telah didekati oleh pihak yayasan. Tak kurang dari Wakil Bupati dan beberapa SKPD di jajaran Pemkab Pasuruan juga telah diajak bicara. Dalam sambutannya sewaktu menghadiri acara Pembukaan Ekspedisi Mangrove “Sekolah Sahabat Mata Air” tanggal 10 Maret 2010 yang lalu, Wakil Bupati Pasuruan mendukung gagasan Yayasan Satu Daun untuk mengembangkan Pusat Konservasi Mangrove dan Ekowisata Berbasis Mangrove di kawasan Pasuruan Timur. “Pemda Kabupaten Pasuruan mendorong terjadinya pengembangan aktifitas ekonomi di kawasan Pasuruan Timur. Dan kegiatan pengembangan konservasi serta ekowisata berbasis mangrove ini saya yakin akan meningkatkan taraf kehidupan, khususnya ekonomi masyarakat Desa Penunggul khususnya dan Pasuruan Timur pada umumnya”, kata Wakil Bupati Pasuruan, Drs. H. Eddy Paripurna. Selain itu dari pihak swasta juga ada PT Tirta Investama – yang lebih dikenal dengan produknya AMDK Aqua – yang tertarik untuk mendukung ide tersebut. Bahkan perusahaan tersebut telah menjadi pendukung utama pelaksanaan Program Sekolah Sahabat Mata Air sejak tahun 2009 lalu. Sejumlah respon positif tersebut semakin memacu Yayasan Satu Daun untuk merealisasikan ide tersebut mulai tahun ini. “Sebagai salah satu perusahaan yang mempunyai komitmen untuk menjaga kelestarian sumberdaya alam dan konsisten untuk memberikan dampak positif terhadap komunitas sekitar perusahaan melalui pelaksanaan program Corporate Social Responsibility (CSR), maka kami tentunya akan mendukung setiap program yang akan memberikan benefit untuk seluruh pemangku kepentingan. Termasuk mendukung rencana pengembangan pusat konservasi dan ekowisata berbasis mangrove yang digagas oleh mitra kerja kami, Yayasan Satu Daun ini”, ujar Arif Fatullah, Manager CSR PT Tirta Investama. “Kami memang sedang mengembangkan kolaborasi dengan berbagai pihak di dalam rangka mencari dukungan atas ide kami untuk mengembangkan kawasan mangrove di Desa Penunggul ini secara lebih baik lagi. Pelaksanaan Kemah Konservasi “Sekolah Sahabat Mata Air” di sini merupakan bentuk upaya kami untuk memperkuat dukungan dari berbagai pihak tersebut”, jelas Fathurrohman, selaku Dewan Pembinan Yayasan Satu Daun. Lebih lanjut Fajar Kurniawan selaku Project Manager Yayasan Satu Daun menjelaskan, “Yayasan sedang menyusun blue print dari konsep pengembangan kawasan ini menjadi Pusat Konservasi dan Ekowisata Berbasis Mangrove, baik itu kebutuhan infrastruktur dan sarana prasarana di dalam maupun di luar kawasan, tahapan pengembangan kawasan, strategi pelibatan masyarakat lokal dan semua pemangku kepentingan, pengorganisasian dan pengembangan kapasitas masyarakat lokal serta strategi dan rencana aksi pengembangan aktifitas sosial ekonomi masyarakat untuk mendukung kawasan agar menjadi kawasan konservasi dan ekowisata yang berkelanjutan”. Yayasan Satu Daun. Merupakan lembaga non profit yang didirikan di Pasuruan, mempunyai untuk mencari solusi-solusi terobsan di dalam isu-isu pembangunan sosial ekonomi masyarakat, dengan fokus pada tiga isu utama yaitu Creative Empowering, Living Conservation dan Human Learning Center. Untuk mewujudkan gagasannya, yayasan banyak melakukan kerjasama dengan perusahaan melalui implementasi program Corporate Social Responsibility (CSR), selain mempromosikan kolaborasi multi pihak dengan seluruh pemangku kepentingan, termasuk Pemerintah Daerah, untuk mendorong perubahan sosial ekonomi masyarakat. Program Sekolah Sahabat Mata Air dan Program Konservasi dan Pengembangan Ekowisata Mangrove merupakan bagian dari program Living Conservation yang menjadi core activities yayasan. Program Sekolah Sahabat Mata Air. Merupakan program yang digagas oleh Yayasan Satu Daun sebagai bentuk kepedulian akan semakin langkanya sumberdaya air dan semakin menurunnya kuantitas dan kualitas mata air di Pasuruan. Melalui program ini yayasan berupaya membangun kesadaran semua pihak akan pentingnya melakukan konservasi sumberdaya mata air, khususnya di kalangan sekolah dan pelajar, termasuk mencari pemecahan permasalahan yang terkait, baik di daerah hulu maupun daerah hilir. Program ini melibatkan sekolah setingkat SMA, yaitu 17 sekolah di Kabupaten/Kota Pasuruan dan 1 sekolah di Kota Probolinggo. Rangkaian kegiatan Sekolah Sahabat Mata Air adalah program kemah konservasi, pelatihan kampanye dan penulisan, kampanye bangga di sekolah dan pendampingan. Sejak tahun 2008, di Pasuruan, program ini mendapatkan dukungan penuh dari PT Tirta Investama.

Sekolah Sahabat Mata Air, Mulai Identivikasi Lokasi



Seratus siswa Sekolah Menengah Atas se-Pasuruan-Probolinggo akan berbagi kepedulian terhadap lingkungan. Khususnya, lingkungan sepanjang pantai Pasuruan hingga Probolinggo. Kegiatan bertajuk sekolah Sahabat Mata Air 2010 ini diprakarsai oleh dan bekerjasama dengan Program Peduli Lingkungan Danone-Aqua. Kegiatan tersebut berlangsung selama 3 hari penuh yang rencanya akan dimulai tanggal 19 – 21 Maret 2010 di Desa Penunggul Kecamatan Nguling Pasuruan.

Berbagai persiapan telah dilakukan sejak hari ini selasa 16/3 dengan melakukan identifikasi lokasi yang akan dijadikan media pendidikan. Diantaranya, lebih kurang 80 hektar area “sabuk hijau pantai” yang telah mengantarkan Pak Mukarim menerima penghargaan Kalpataru tahun 2005 sebagai Perintis Lingkungan.

Penyebutan istilah sabuk hijau pantai ini sendiri merupakan istilah yang dikampanyekan oleh Mukarim sebagai salah satu solusi terhadap permasalahan lingkungan bagi masyarakat pinggir pantai. Sekaligus, memberikan koreksi terhadap kebanyakan orang yang biasa menyebut sebagai hutan mangrove. Mengingat, penyebutan hutan mangrove bagi kawasan serupa yang terdiri dari 223 jenis tanaman. Sementara, penanaman yang dirintis Mukarim saat ini hanya mampu menanam 4 jenis tanaman pantai saja. Yaitu, tinjang besar, tinjang kecil, api-api dan bogem. Rencanya, lokasi tersebut akan dioptimalkan sepenuhnya sebagai media belajar siswa.

Tidak hanya itu, rencananya siswa akan disuguhi sesuatu yang berbeda dari kegiatan yang lumrah dilakukan selama ini. yaitu, siswa akan bermalam di rumah-rumah penduduk dan mendapatkan fasilitas dan akomodasi sepenuhnya dari tuan rumah yang ditempati. Menariknya lagi, siswa dan guru pendamping juga akan banyak berinteraksi dengan warga sekitar sebagai narasumber utama dalam sepanjang proses kegiatan.

Fatkhurahman, ketua coordinator program menyampaikan bahwa kegiatan ini cukup unik dari sekedar aktivitas belajar tentang lingkungan seperti biasanya. Mengingat, siswa-siswi lebih banyak berkegiatan langsung dengan masyarakat. Sementara, fasilitator akan memberikan bekal mental dan pengetahuan agar siswa mudah berinteraksi dengan masyarakat. Sehingga, siswa akan menemukan sendiri pemahaman dan permasalahan lingkungan yang ada untuk pada akhirnya dapat mencoba menemukan solusi penyelesaian.

Hal senada juga dikatakan Mukarim. Kegiatan belajar lingkungan sudah biasa dilakukan di temptnya. Namun, baru kali pertama Mukarim memfasilitasi kegiatan yang lebih banyak melibatkan peran masyarakat local sebagai subyek atau narasumber utama. Bahkan Mukarim berharap, kegiatan ini akan menjadi program berkelanjutan sehingga tamu belajar dan masyarakat sekitar lebih menyatu dalam satu rangkaian program.